Karimun Jawa
The Best Island in Indonesia
Tahukah kalian bahwa pada abad ke-15 di Kudus hiduplah
seorang Waliyullah yang bernama Syekh Ja'far Shodiq yang terkenal dengan
sebutan Sunan Kudus, salah satu anggota Walisongo (Wali Sembilan yang
menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya. Beliau juga
merupakan pendiri Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa yaitu Kerajaan Demak ?
Beliau mempunyai peranan yang sangat penting sebagai salah satu anggota dewan
penasehat Sultan juga sebagai salah satu Senopati perang. Dalam bidang
keagamaan karena keilmuannya beliau sering dimintai pendapat oleh Sultan Raden
Patah.
Hingga suatu hari Sunan Kudus mendapat
kepercayaan dari Raden Saleh untuk memimpin jamaah haji ke Mekah dan Madinah.
Agar proses belajar mengajar di Pesantren Kudus selama ditinggal tetap
berjalan, maka Sunan Kudus menunjuk putranya yang bernama Amir Hassan untuk menggantikannya. Tetapi yang
terjadi, selama Sunan Kudus berangkat naik Haji, para santri tidak diajari
masalah agama, malah diajak bermain Gamelan. Sepulang Sunan Kudus dari
menunaikan ibadah haji, para santri melaporkan tindakan Amir Hasan selama tidak
ada sang Sunan. Sunan Kudus amat murka, sehingga Amir Hasan diusir dari Kudus.
Dengan perasaan sedih
dan berdosa
Amir Hassan kemudian
meninggalkan tanah kelahirannya menuju rumah bibinya, Dewi Sujinah, isteri dari
Sunan Muria di Gunung Muria. Dia menetap beberapa bulan di Muria. Sunan Muria
sangat senang
menerima keponakannya itu, bahkan
mengangkat Amir Hasan sebagai murid sekaligus puteranya. Setiap hari, dia
dididik dengan ilmu agama dan kesaktian, sehingga tumbuhlah ia menjadi pemuda
yang alim dan berilmu tinggi.
Sementara itu di Kudus, Sunan Kudus setelah
mendapat laporan bahwa
Amir Hassan berada di Muria dan menimba ilmu pada
Sunan Muria, cepat-cepat beliau menemui Sunan Muria. Dalam hatinya, beliau sangat
rindu pada putranya itu, biar bagaimanapun Amir Hasan tetaplah darah dagingnya sendiri.
Pertemuan antara ayah dan anak di Pesantren Muria itu sangat mengharukan.
Tangis rindu tak dapat ditahan lagi. Keduanya saling memaafkan. Kemudian Sunan
Kudus kembali lagi ke Kudus, sedang Amir Hasan masih tinggal di Muria.
Beberapa tahun kemudian setelah Sunan
Muria menganggap Amir Hasan sudah mampu untuk bertabligh, menyebarkan agama
Islam, Beliau menitahkan kepada Amir Hasan untuk mencari daerah dimana
masyarakatnya belum beragama Islam. Pada saat pelepasan, Sunan Muria mengundang
Sunan Kudus ke Pesantren Muria. Kepergian
Amir Hassan ditemani oleh dua orang santri Sunan
Muria. Kemudian ketiganya tersebut menuju ke arah Barat, sampai akhirnya tiba
di tepi pantai Jung Poro (sekarang Jepara). Setelah membuat perahu, ketiganya
berlayar menuju arah barat laut. Akhirnya mendaratlah perahu itu disebuah pulau
yang masih asing. Hanya ada beberapa bajak laut yang ganas. Dengan tenang Amir
Hasan menghampiri dan mengucapkan salam, namun bukan jawaban salam yang diucapkan
melainkan tantangan untuk berkelahi. Dengan tabah dan tegar akhirnya para bajak
laut dapat dikalahkan, bahkan tunduk dan menjadi murid setia Amir Hasan. Untuk
mengenang peristiwa itu, maka Amir Hasan menamakan tempat tersebut dengan nama
Legon Bajak.
Pantai Legon Bajak
Indah sekali dipulau ini, dengan suasananya yang natural pantai ini sangat diminati untuk dikunjungi...
Lanjut Cerita . . .
Kemudian Amir Hasan menyuruh kedua
temannya kembali ke Muria untuk melaporkan kepada Sunan Muria Tentang tempat
keberadaannya sekarang. Betapa senangnya Sunan Muria mendengar berita tersebut.
Kemudian Sunan Muria meminta tolong para santri untuk menunjukkan kepulauan
tempat Amir Hasan sekarang. “Ada di mana tempat tinggalnya putraku Amir Hasan
coba tunjukkan padaku" kata Sunan Muria. "Ada di sana kanjeng
Sunan", kata santri sambil menunjuk pada pulau yang terletak di tengah
laut. "Lho, pulaunya kok jauh sekali, saya lihat dari sini kok samar-samar
dari Jawa ini. Oh, beritahu kepada putraku Amir Hasan, kalau pulau tempat
tinggalnya saya namakan Karimunjawa
yang berarti samar-samar dari Jawa. Dan Karimunjawa juga punya arti yang mulia
di Laut Jawa. Semoga saja putraku Amir Hasan bisa menyiarkan agama Islam dengan
baik dan mulia hidupnya berada di tanah Karimunjawa".
Kabar tersebut tidak hanya menyenangkan
hati Sunan Muria saja, tetapi juga istri dan para santrinya. Kemudian sepasang
suami istri itu berangkat menuju Kudus bersama kedua santri untuk menyampaikan
berita gembira. Betapa gembira Sunan Kudus dan istri mendengar berita itu.
Akhirnya sebagai ungkapan rasa kegembiraannya Sunan Kudus mengirimkan sebuah pustaka
(puncak bangunan Masjid) kepada Amir Hasan. Setelah itu Sunan Muria bersama
rombongan kembali lagi ke Muria. Sebelum kedua santri kembali ke Karimunjawa,
Sunan Muria mengirimkan sebuah pustaka pula kepada Amir Hasan. Dengan demikian
Amir Hasan mendapat dua pustaka. Sedangkan Dewi Sujinah, istri Sunan Muria
mengirimi sekepal nasi beserta lauk pauk yang sangat disukai Amir Hasan yakni
pecel ikan lele, pepesan siput (besusul : bahasa Jawa), satu buah nangka besar
dan seunting padi.
Pustaka Masjid
Setelah berpamitan, kedua santri
berangkat menuju Karimunjawa. Sementara Amir Hasan telah menyongsong di sebuah
legon yang masih sepi bersama beberapa orang muridnya. Kedua santri lalu memberikan
oleh-oleh dari Kudus dan Muria. Sekepal nasi diterima dengan senang hati.
Setelah nasi dibuka, dia kemudian mengambil pecelan lele dan pepesan siput.
Kedua lauk itu bukan diambil untuk dimakan namun dibuang di sebuah kali kecil
sambil berkata, "Hai santriku semua, saksikanlah aku membuang lele dan
siput ini, siapa tahu akan menjadi sumber penghidupan anak cucu kita di tanah
yang baru ini". Ajaib sekali, siput dan lele yang sudah masak siap dimakan
tersebut hidup kembali. Pada akhirnya nanti kedua hewan tersebut berkembang
biak dengan baik sampai sekarang. Satu keajaiban pada kedua hewan itu adalah
lele Karimunjawa tidak berpatil, karena memang asal muasalnya dari ikan lele
yang sudah masak dan sudah diolah. Demikian pula siputnya tidak berekor runcing
atau lancip tapi hampir bolong papak karena punya riwayat serupa yakni siput
yang telah dimasak. Tempat berkembangnya lele tersebut akhirnya dinamakan oleh
Amir Hasan sebagai Legon Lele.
Kedua santri pun menceritakan pesan Sunan Muria bahwa pulau yang baru ini
dinamakan Pulau Karimunjawa. Semenjak itu pulau tempat tinggal Amir Hasan
bernama Karimunjawa. Kemudian Amir Hasan membalikkan perahu bekas tumpangan
kedua santri. Ajaib! Perahu tersebut berubah menjadi sebuah pulau yang tandus.
Sekarang pulau itu dinamakan Pulau Batu karena hanya berupa batu putih, seluas
tak lebih dari 500 m².
Makam Amir Hasan
Amir Hassan juga menerima satu buah nangka besar.
Dengan rasa persaudaraan sesama muslim buah nangka tersebut dimakan
bersama-sama. Setelah merasa kenyang buah nangka tersebut sisanya tetap dibawa,
sambil melanjutkan perjalanan mencari tempat yang paling cocok untuk mendirikan
pesantren dan masjid. Sambil berjalan sesekali santri ada yang memakan buah nangka, hingga sampailah
di suatu tempat yang tinggi, teduh, dan dekat sumber air. Amir Hasan melihat
tempat itu sangat cocok. Akhirnya diputuskan tempat tersebut sebagai pesantren
di Karimunjawa. Pada saat istirahat beliau tanya kepada santri tentang buah
kesayangannya, nangka. "Hai santriku apa masih ada, bawa sini saya mau
memakannya". Santri yang membawa
buah nangka menyahut
"Wah, nangkanya tinggal satu nyamplung (satu isi = beton, bahasa Jawa)
saja kanjeng guru".
Amir Hassanmenjawab, "Oh kalau begitu
ingatlah wahai muridku semua, tempat yang baru ini saya namakan Dusun
Nyamplungan".
Semenjak itulah beliau bersama
santri-santrinya hidup dan mendalami ilmu agama. Santrinya semakin banyak mulai
dari rakyat jelata maupun bekas bajak laut. Karena kedudukannya di Dusun
Nyamplungan, beliau terkenal dengan sebutan Sunan
Nyamplungan.
(Sumber: BTNKJ)